Tuesday, October 16, 2012

Ruang Lingkup dan Proses Terbentuknya Kewirausahaan

1.  Disiplin Ilmu Kewirausahaan dan Perkembangannya

Dalam teori ekonomi, studi mengenai kewirausahaan ditekankan pada identifikasi peluang  yang  terdapat  pada  peranserta  membahas  fungsi  inovasi  dari  wirausaha dalam menciptakan kombinasi sumber daya ekonomis sehingga memengaruhi ekonomi agregat.

Studi kewirausahaan kemudian berkembang dalam disiplin ilmu lain yang penekanannya pada sang wirausaha sendiri. Dalam bidang ilmu psikologi, misalnya studi kewirausahaan meneliti karakteristik kepribadian wirausaha, sedangkan pada ilmu sosiologi penelitian ditekankan pada pengaruh dari lingkungan sosial dan kebudayaan  dalam  pembentukan  masyarakat  wirausaha.  Ray  dan  Ranachandran (1996) menandaskan, walau terdapat perbedaan sudut pandang, penelitian yang dilakukan baik oleh ahli ekonomi, psikologi, dan sosiologi harus tetap bepijak pada kegiatan kewirausahaan serta sebab akibatnya pada tingkat mikro dan makro. Dengan demikian adalah wajar jika studi kewirausahaan dengan penekanan keilmuan yang berbeda itu pada akhirnya akan saling berhubungan dan memengaruhi.


Sementara itu fenomena kewirausahaan ini masih terus diteliti dan belum terdapat satu pengertian baku yang dianut oleh semua ahli (Shapero, 1982). Ini menunjukkan perkembangan teori ini masih dalam perjalanan panjang serta dari adanya perubahan- perubahan ekonomi dunia diharapkan memberi banyak masukan bagi peneliti.

Muculnya banyak wirausaha atau pebisnis, telah menarik perhatian para pakar untuk meneliti bagaimana mereka terbantuk. Bagian ini menjelaskan teori-teori mengenai proses pembentukan wirausaha. Teori tersebut antara lain: life path change, goal directed behavior, teori outcome expectancy. Terakhir, terdapat acuan komprehensif mengenai teori pembetukan wirausaha yang dipadukan oleh teori-teori sebelumnya. Begitu banyak teori yang telah mengupas persoalan ini, intinya bahwa menjadi wirausaha adalah sebuah proses.

2.  Kewirausahaan dilihat dari berbagai sudut pandang

Terlepas dari  berbagai  definisi kewirausahaan yang dikemukakan oleh  para  ahli, wirausaha dapat dipandang dari berbagai sudut dan konteks, yaitu ahli ekonomi, manajemen, pelaku bisnis, psikolog dan pemodal.


    Pandangan Ahli Ekonomi

Menurut ahli ekonomi, wirausaha adalah orang yang mengkombinasikan factor- faktor produksi seperti sumber daya alam, tenaga kerja, material, dan peralatan lainnya untuk meningkatkan nilai yang lebih tinggi dari sebelumnya. Wirausaha juga merupakan orang yang memperkenalkan perubahan-perubahan, inovasi dan perbaikan produksi lainnya. Dengan kata lain, wirausaha adalah seseorang atau sekelompok orang yang mengorganisasikan factor-faktor produksi, sumber daya alam, tenaga, modal dan keahlian untuk tujuan memproduksi barang dan jasa.


    Pandangan Ahli Manajemen

Wirausaha adalah seseorang yang memiliki kemampuan dalam menggunakan dan mengkombinasikan sumber daya seperti keuangan, material, tenaga kerja, keterampilan untuk menghasilkan produk, proses produksi, bisnis dan orgasisasi usaha baru (Marzuki Usman, 1997:3). Wirausaha adalah seseorang yang memiliki kombinasi unsur-unsur internal yang meliputi motivasi, visi, komunikasi, optimism, dorongan, semangat dan kemampuan memanfaatkan peluang usaha.


    Pandangan Pelaku Bisnis

Menurut Scarborough dan Zimmerer (1993 : 35), wirausaha adalah orang yang menciptakan suatu bisnis baru dalam menghadapi resiko dan ketidakpastian dengan maksud untuk memperoleh keuntungan dan pertumbuhan dengan cara mengenali peluang dan mengkombinasikan sumber-sumber daya yang diperlukan untuk memanfaatkan peluang tersebut.

Menurut Dun Steinhoff dan John F. Burgess (1993 : 35), pengusaha adalah orang yang mengorganisasikan, mengelola dan berani menanggung resiko sebuah usaha atau  perusahaan.  Sedang  wirausaha  adalah  orang  yang  menanggung  resiko

keuangan, material, dan sumber daya manusia, cara menciptakan konsep usaha yang baru atau peluang dalam perusahaan yang sudah ada.

Dalam konteks bisnis menurut Sri Edi Swasono (1978 : 38), wirausaha adalah pengusaha, tetapi tidak semua pengusaha adalah wirausaha. Wirausaha adalah pelopor dalam bisnis, innovator, penanggung resiko yang mempunyai visi ke depan dan memiliki keunggulan dalam prestasi di bidang usaha.


    Pandangan Psikolog

Wirausaha adalah orang memiliki dorongan kekuatan dari dalam dirinya untuk memperoleh   suatu   tujuan   serta   suka   bereksperimen   untuk   menampilkan kebebasan dirinya di luar kekuasaan orang lain.


    Pandangan Pemodal

Wirausaha adalah orang yang menciptakan kesejahteraan untuk orang lain, menemukan cara-cara baru untuk menggunakan sumber daya, mengurangi pemborosan dan membuka lapangan kerja yang disenangi masyarakat.


3.  Teori Life Path Change

Menurut  Shapero  dan  Sokol  (1982)  dalam  Sundjaja  (1990),  tidak  semua wirausaha lahir dan berkembang mengikuti jalur yang sistematis dan terencana. Banyak orang yang menjadi wirausaha justru tidak memaluli proses yang direncanakan. Antara lain disebabkan oleh:

a.  Negative displacement

Seseorang bisa saja menjadi wirausaha gara-gara dipecat dari tempatnya bekerja, tertekan, terhina atau mengalami kebosanan selam bekerja, dipaksa/terpaksa pindah dari daerah asal. Atau bisa juga karena sudah memasuki usia pensiun atau cerai perkawinan dan sejenisnya.

Banyaknya hambatan yang dialami keturunan Cina untuk memasuki bidang pekerjaan tertentu (misalnya menjadi pegawai negeri) menyisakan pilihan terbatas bagi mereka. Di sisi lain, menjaga kelangsungan hidup diri dan keluarganya, menjadi wirausaha pada kondisi seperti ini adalah pilihan terbaik karena sifatnya yang bebas dan tidak bergantung pada birokrasi yang diskriminatif.


b.  Being between things

Orang-orang yang baru keluar dari ketentaan, sekolah, atau penjara, kadangkala merasa seperti memasuki dunia baru yang belum mereka mengerti dan kuasai. Keadaan ini membuat mereka seakan berada di tengah-tengah dari dua dunia yang berbeda, namun mereka tetap harus berjuanfa menjaga kealngsungan hidupnya. Di sinilah biasanya pilihan menjadi wirausahaa muncul karena dengan menjadi wirausahan mereka bekerja dengan mengandalkan diri sendiri.


c.   Having positive pull

Terdapat juga orang-orang yang mendapat dukungan membuka usaha dari mitra kerja, investor, pelanggan, atau mentor. Dukungan memudahkan mereka dalam mengantisipasi peluang usaha, selain itu juga menciptakan rasa aman dari risiko usaha. Seorang mantan manajer di sebuah perusahan otomotif, misalnya, yang memutuskan untuk masuk ke bisnis suku cadang otomotif, misalnya dengan bahan baku ban bekas, seperti stopper back door, engine mounting, atau mufler mounting. Perusahaan otomotif tersebut memberi dukungan dengan menampung produk mantan manajernya tersebut.


4.  Teori Goal Directed Behavior

Menurut Wolman (1973), seseorang dapat saja menjadi wirausaha karena termotivasi untuk mencapai tujuan tertentu. Teori ini  disebut dengan  Goal Directed Behavior.

Teori ini hendak menggambarkan bagaimana seseorang tergerak menjadi wirausaha, motivasinya dapat terlihat langkah-langkahnya dalam emncapai tujuan (goal directed  behavior).  Diawali  dari  adanya  dorongan  need,  kemudian  goal  directed behavior, hingga tercapainya tujuan. Sedangkan need itu sendiri dari skema muncul karena adanya deficit dan ketidakseimbangan tertentu pada diri individu yang bersangkutan (wirausaha).

Seseorang terjun dalam dunia wirausaha diawali dengan adanya kebutuhan- kebutuhan, ini mendorong kegiatan-kegiatan tertentu, yang ditujukan pada pencapaian tujuan.  Dari  kacaata  teori  need  dan  motivasi  tingkah  laku,  seperti  menemukan kesempatan berusaha, sampai mendirikan dan melembagakan usahanya merupakan goal directed behavior. Sedangkan goal tujuannya adalah mempertahankan dan memperbaiki kelangsungan hidu wirausaha.


5.  Teori Outcome Expectancy

Bandura (1986) menyatakan bahwa outcome expectancy bukan suatu perilaku tetapi keyakinan tentang konskuensi yang diterima setelah seseorang melakukan suatu tindakan tertentu.
...judgement  about  likely  consequences  of  specific  behaviors  in  particular situations.

(Bandura, 1986:82) Dari definisi di atas, outcome expectancy dapat diartikan sebagai keyakinan seseorang mengenai hasil yan akan diperolehnya jika ia melaksanakan suatu perilaku tertentu, yaitu perilaku yang menunjukkan keberhasilan. Seseorang memperkirakan bahwa keberhasilannya dalam melakukan tugas tertentu akan mendatangkan imbalan dengan nilai tertentu juga. Imbalan ini berupa juga insentif kerja yang dapat diperoleh dnegan segera atau dalam jangka panjang. Karenanya jika seseorang menganggap profesi wirausaha akan memberikan insentif yang sesuai dengan keinginannya maka dia akan berusaha untuk memenuhi keinginannya dengan menjadi wirausaha. Michael Dell, seorang mahasiswa teknik komputer di AS, mempunyai keyakinan yang kuat bahwa bila dia geluti serius hobi modifikasi komputer yang diminati teman-temannya ia akan dapat mengalahkan  IBM  kelak.  Terdorong oleh  hal  itu  Dell  terus  mengembangkan usaha dengan mendirikan Dell Corporation. Hingga kini Del dan IBM terus bersaing di industri komputer.

Jenis Outcome Expectancy

Menurut bandura (1986) ada berbagai jenis insentif sebagai imbalan kerja yang diharapkan individu dan setiap jenis memiliki kekhasan sendiri. Jenis insentif tersebut adalah:

a.  Insentif primer

Merupakan imbalan yang berhubungan dengan kebutuhan dengan kebutuhan fisiologis kita seperti makan, minum, kontak fisik, dan sebagainya. Insentif diperkuat  nilainya  jika  seseorang  dalam  keadaan  sangat  kekurangan,  seperti kurang makan/minum.


b.  Insentif sensoris

Beberapa kegiatan manusia ditujukan untk memperoleh umpan balik  sensoris yang terdapat di lingkungannya. Misalnya anak kecil melakukan berbagai kegiatan untuk mendapatkan insemtif sensoris berupa bunyi-bunyi baru atau berupa stimulus baru untuk dilihat atau orang dewasa yang bermain musik untuk memperoleh umpan balik sensoris berupa bunyi musik yang dimainkan.


c.   Insentif sosial

Manusia akan melakukan sesuatu untuk mendapatkan penghargaan dan penerimaan dari lingkungan sosialnya. Penerimaan atau penolakan dari sebuah lingkungan sosial akan lebih berfungsi secara efektif sebagai imbalan atau hukuman daripada reaksi yang berasal dari satu individu.


d.  Insentif yang berupa token ekonomi

Token ekonomi adalah imbalan yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan ekonomi seperti upah, kenaikan pangkat, penambahan tunjungan, dan lain-lain. Hampir seluruh masyarakat menggunakan uang sebagai insentif. Hal ini disebabkan dengan uang, individu dapat memperoleh hampir semua hal yang diinginkannya, mulai dari pelayanan jasa hingga pemenuhan kebutuhan fisik, kesehatan, dan lain- lain.

e.   Insentif yang berupa aktivitas

Teori-teori mengenai reinforcement yang sangat terikat pada dorongan biologis, mengasumsikan bahwa imbalan akan memengaruhi perilaku dengan cara memuaskan atau  mengurangi  dorongan  fisiologis.  Ternyata  dari  penelitian  terbaru  diketahui bahwa beberapa aktivitas atau kegiatan fisik justru memberikan nilai insentif yang tersendiri pada individu.


f.   Insentif status dan pengaruh

Pada sebagian besar masyarakat, kedudukan individu seringkali dikaitkan dengan status kekuasaan. Kekuasaan yang dimiliki individu dalam lingkungan sosial memberikan  kesempatan  kepadnya  untuk  mengontrol  perilaku  orang  lain,  baik melalui simbol atau secara nyata. Dengan kedudukannya yang tinggi dalam masyarakat, mereka dapat menikmati imbalan materi, penghargaan sosial, kepatuhan, dan lain-lain. Keuntungan yang khas ini membawa individu berusaha keras untuk mencapai posisi yang memberikan kekuasaan.


g.  Insentif berupa terpenuhinya standar internal

Insentif ini berasal dari tingkat kepuasan diri yang diperoleh individu dari pekerjaanya. Insentif bukan berasal dari hal di luar diri, tetapi berasal dari dalam diri seseorang. Reaksidiri yang berupa rasa puas dan senang merupakan salah satu bentuk imbalan internal yang ingin diperoleh seseorang dari pekerjaannya. Seorang yang merasakan  bahwa  kemampuannya  tidak  akan  dapat  optimal  bila  hanya  bekerja sebagai  karyawan,  akan  lebih  puas  bila  ia  merasa  bahwa  dengan  berwirausaha segenap potensinya dapat tersalurkan.
Jadi ada insentif-insentif tertentu yang umumnya diharapkan seseorang dengan menjadi wirausaha. Antara lain insentif primer, insentif sosial, insentif status dan pengaruh, dan insentif terpenuhinya standar iinternal.


6.  Tujuan Pembentukan Wirausaha

Teori-teori diatas sudah menjelaskan mengenai bagaimana proses seseorang dapat menjadi wirausaha. Walau teori tersebut masing-masing berdiri sendiri, sebenarnya ke

empat teori tersebut saling mengisi. Dengan memadukan ke empat teori tersebut dapat menjadi model tahapan pembentukan yang sifatnya lebih komprehensif. Tahapan tersebut adalah:

a.  Deficit equilibrium

Seseorang merasa adanya kekurangan dalam dirinya dan berusaha untk mengatasinya. Kekurangan tersebut tidak harus berupa materi saja, namun dapat juga berupa ketidakpuasan terhadap dirinya sendiri (motivasi, standar internal, dan lain- lain). Deficit equilibrium dapat pula terjadi karena berubahnya jalur hidup, seperti jika seseorang mendapat tekanan atau hinaan, misalnya baru keluar dari penjara, serta mendapat dukungan dari orang lain (Shapero & Sokol, 1982).


b.  Pengambilan keputusan menjadi wirausaha

Perasaan kekurangan mendorong dia untuk mencari pemecahannya, untuk itu dia mengevaluasi alternatif pemecahan yang dimiliki. Dalam hal ini kemampuan perseptual, kapasitas informasi yang diterima, keberanian mengambil resiko, dan, tingkat aspirasinya terhadap suatu alternatif keputusan memeiliki peran yang sangat besar (Reitman, 1976) dalam usahanya mengambil keputusan untuk menjadi wirausaha.


c.   Goal Directed Behavior

Keputusan menjadi wirausaha diambil dengan tujuan memecahkan masalah kekurangan yang dia miliki. Di sini masalah kekurangan diidentifikasi dengan adanya harapan sebagai pemecahan. Harapan-harapan tersebut berupa insentif yang akan dia dapat jika melakukan tindakan tertentu. Insentif ini menjadi rangsangan atau tujuan sehingga mendorong tindakan dan perilakunya sebagai seorang wirausaha (Wolman,
1973).


d.  Pencapaian Tujuan

Seperti dijelaskan sebelumnya, tujuan sangat penting untuk pengambilan keputusan  menjadi  wirausaha.  Tujuan  ini  berupa  insentif  yang  diyakini  akan dinikmati jika seseorang melaukan kegiatan tertentu.


7.  Peran Pendidikan dalam Pembentukan Wirausaha

Bagaimana peran pendidikan dalam proses pembetukan kewirausahaan? Masih ada perdebatan mengenai pertanyan ini. Meskipun seorang wirausaha belajar dari lingkungannya dalam memahami dunia wirausaha, namn ada pendapat yang mengatakan bahwa seorang wirausaha lebih memiliki streetsmart daripada booksmart, maksudnya adalah seorang wirausaha lebih mengutamakan untuk belajar dari pengalaman (streetsmart) dibandingkan dengan belajar dari buku dan pendidikan formal (booksmart). Pandangan ini masih perlu dibuktikan kebenarannya. Jika pendapat tersebut benar maka secara tidak langsung usaha-usaha yang dilakukan untuk mendorong lahirnya jiwa kewirausahaan leat jalur pendidikan formal pada akhirnya sukar untuk berhasil.

Terhadap pendangan di atas, Chruchill (1987) memberi sanggahan terhadap pendapat ini, menurutnya masalah pendidikan sangatlah penting bagi keberhasilan wirausaha. Bahkan dia mengatakan bahwa kegagalan pertama dari seorang wirausaha adalah karena dia lebih mengandalkan pengalaman daripada pendidikan. Namun dia juga tidak menganggap remeh arti  pengalaman bagi  seoranga wirausaha, baginya sumber kegagalan  kedua  adalah  jika  seorang wirausaha  hanya  bermodalkan pendidikan tapi miskin pengalamam lapangan. Oleh karena itu perpaduan antara pendidikan dan pengalaman adalah faktor utaman yang menentukan keberhasilan wirausaha.

Menurut Eels  (1984) dam Mas’oed (1994), dibandingkan dengan tenaga lain tenaga terdidik S1 memiliki potensi lebih besar untuk berhasil menjadi seorang wirausaha karena memiliki kemampuan penalaran yang telah berkembang dan wawasan berpikir yang  lebih  luas.  Seorang  sarjana  juga  memiliki  dua  peran  pokok,  pertama  sebagai manajer dan kedua sebagai pencetus gagasan. Peran pertama berupa tindakan untuk menyelesaikan   masalah,   sehingga   pegnetahuan   manajemen   dan   keteknikan   yang memadai mutalk diperlukan. Peran kedua menekankan pada perlunya kemampuan merangkai alternatif-alternatif. Dalam hal ini bekal yang diperlukan berupa pengetahuan keilmuan yang lengkap.

Dari  penjelasan  diatas  dapat  disimpulkan  bahwa  seorang  wirausaha  yang memiliki potensi sukses adalah mereka yang mengerti kegunaan pendidikan untuk menunjang kegiatan seta  mau belajar untuk meningkatkan pengetahuan. Lingkungan

pendidikan dimanfaatkan oleh wirausaha sebagai sarana untuk mencapai tujuan, pendidikan disini berarti pemahaman suatu masalah yang dilihat dari sudut keilmuan atau teori sebagai landasan berpikir.


8.  Faktor-faktor pemicu kewirausahaan

David C. McClelland (1961 : 207) mengemukakan bahwa kewirausahaan ditentukan oleh motif berprestasi, optimisme, sikap nilai dan status keswirausahaan. Perilaku kewirausahaan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor-faktor internal meliputi hak kepemilikan (property right), kemampuan/kompetensi (ability/competency) dan  insentif, sedangkan faktor eksternal meliputi lingkungan (environment).


9.  Ciri penting tahap permulaan pertumbuhan kewirausahaan

Pada  umumnya  proses  pertumbuhan  kewirausahaan  pada  usaha  kecil  tersebut memiliki tiga ciri penting, yaitu :
    a. Tahap imitasi dan duplikasi

    b. Tahap duplikasi dan penembangan

    c. Tahap mencitakan sendiri barang dan jasa baru yang berbeda



10. Langkah menuju keberhasilan berwirausaha

Untuk menjadi wirausaha yang sukses, seseorang harus memiliki ide atau visi bisnis yang jelas serta kemauan dan keberanian untuk menghadapi resiko, baik waktu maupun uang. Apabila ada kesiapan dalam menghadapi resiko, langkah berikutnya adalah membuat perencanaan usaha, mengorganisasikan dan menjalankannya.


11. Faktor penyebab keberhasilan dan kegagalan berwirausaha

Penyebab keberhasilah berwirausaha :

   a. Keberhasilan seorang wirausaha ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu ;

   b. Kemapuan dan kemauan

   c. Tekad yang kuat dan kerja keras

   d. Mengenal peluang yang ada dan berusaha meraihnya ketika ada kesempatan.



Penyebab kegagalan berwirausaha :

Zimmerer (1996 : 14-15) mengemukakan beberapa faktor yang menyebabkan wirausaha gagal dalam menjalankan usaha barunya, yaitu :
   a. Tidak kompeten dalam hal manajerial

   b. Kurang berpengalaman

   c. Kurang dapat mengendalikan keuangan

   d. Gagal dalam perencanan

   e. Lokasi yang kurang memadai

   f. Kurangnya pengawan peralatan

   g. Sikap yang kurang sungguh-sungguh dalam berusaha

   h. Kemampuan dalam melakukan peralihan/transisi kewirausahaan.





Referensi:

1.   Rambat  Lupiyoadi,  2007,  Entrepreneurship:  From  mindset  to  strategy,  Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
2.   Suryana, Kewirausahaan, 2006,  Pedoman  Praktis: Kiat dan Proses Menuju Sukses, Salemba Empat